Lantas Apakah Makna dari Tri Darma
Perguruan Tinggi ?
Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat
merupakan tiga aspek yang harus diketahui oleh seluruh mahasiswa yang berada di
perguruan tinggi, dan mesti dihayati serta dioperasionalisasikan dalam
aktualisasi sehari-hari. Ketiga aspek yang disebut sebagai Tri Dharma Perguruan
Tinggi itu, secara konseptual dan kontekstual merupakan “jantung” yang memompa
darah juang pergerakan mahasiswa untuk masyarakat sejahtera. Pada tataran awal
pengenalan kontekstual bagi mahasiswa, Tri Dharma ini umumnya teridentifikasi
melalui berbagai kegiatan pelatihan dan semacamnya yang mengarahkan atau
memberi orientasi ke arah penghayatan dan pengamalan pergerakan mereka.
Idealitas yang melekat pada mahasiswa memiliki peran sebagai “Agent
of Changes and Agent of Control” bermaksud dalam memajukan sebuah
negara yang mendarmabaktikan hidup serta ikut andil dalahm hal mensejahterakan
masyarakat yang terpinggirkan di dalam sebuah negara, melalui Tri Dharma ini,
bersimbiosis dan berkompromi dengan pragmatika pemenuhan untuk kebutuhan hidup
bagi hajat orang banya seiring perkembangan jaman yang selalu berubah-ubah.
“Makna Tri Darma Perguruan Tinggi”
Darma yang
pertama adalah pendidikan. H.A.R. Tilaar mengatakan bahwa pendidikan adalah proses pembudayaan.
Sedangkan menurut YB Mangunwijaya pendidikan adalah ‘belajar sejati’, yakni
mengantar dan menolong anak didik untuk mengenal dan mengembangkan
potensi-potensi dirinya agar menjadi manusia yang mandiri, dewasa, dan utuh.
Tujuan pendidikan menurut Paolo Freire adalah memanusiakan manusia. Oleh karena
itu universitas bukan hanya wahana transfer ilmu pengetahuan akan tetapi
bertujuan membentuk manusia yang intelektual, bermoral, berbudaya, serta
berkepribadian dewasa. Elemen birokrat dan dosen harus mampu menyadari dan
menginterpretasikan hakikat mendidik dan mengarahkan peserta didik. Mahasiswa
harus menyadari dan kritis bagaimana ia dididik dan diarahkan kepada pengenalan
potensi diri. Model pendidikan konservatif seperti dosen mengajar dan murid
belajar, lalu dosen adalah penentu segala-galanya sangatlah tidak tepat. “KH
Ahmad Dahlan mengatakan bahwa jika seseorang menjadi guru maka ia belajar untuk
menjadi murid”, artinya dosen harus mau belajar dari mahasiswa dan
mahasiswa harus mau belajar dari dosen. Dosen berhak mengajar mahasiswa namun
mahasiswa berhak mengkritik dosen tentunya sesuai dengan etika moral yang
berlaku. Setelah menyadari hakikat pendidikan maka kewajiban apa yang patut
dilaksanakan untuk mendukungnya?
Darma yang
kedua adalah penelitian. Kata ‘penelitian’ dalam bahasa Inggris adalah ‘research’ yang merupakan
gabungan dua kata yaitu ‘re’ (kembali) dan ‘search’ (mencari), sehingga arti
kata penelitian adalah mencari kembali. T. Hillway dalam buku introduction to
research menjelaskan bahwa “penelitian adalah penyelidikan secara hati-hati dan
sempurna atas sebuah masalah, sehingga ditemukan pemecahannya”. Woody
mendefinisikan penelitian sebagai metode menemukan kebenaran dengan berpikir
kritis. Inti dari penelitian adalah kemampuan memecahkan masalah. Semakin
kompleksnya permasalahan yang dialami dunia baik sosial maupun sains menjadi
tantangan kaum intelektual untuk memecahkannya. Mahasiswa dituntut secara
keilmuan untuk bisa memecahkan permasalahan-permasalahan baik saat ini maupun
masa datang. Bagaimana Penelitian yang sudah berkembang di kampus kita ? Sebuah
pertanyaan yang mesti di jawab melihat realita penelitian menjadi sebuah
perenungan bagaimana konsep darma yang ketiga dapat berjalan?
Darma ketiga adalah pengabdian kepada masyarakat. Masyarakat merupakan elemen pembentuk sebuah
negara, disanalah berbagai permasalahan seringkali timbul. Dunia akademik
dibangun bersumber dari masyarakat, oleh sebab itu arahan yang terpenting dalam
pembangunan keilmuan adalah efek untuk masyarakat. Output mahasiswa adalah
bagaimana ia bisa menerapkan pengetahuan dan skil yang dimiliki untuk
pemberdayaan masyarakat. Ideologi nilaisme dan kerjaisme masih menjadi hal
dominan yang dipahami mahasiswa ketika belajar di perguruan tinggi. Padahal
hakikat belajar di perguruan tinggi bukan hanya sebuah nilai maupun mendapatkan
pekerjaan yang dikehendaki, yang paling esensial adalah bagaimana pengetahuan
yang didapat di bangku kuliah bisa diimplementasikan untuk mengatasi persoalan
masyarakat. Setelah menyadari tafsir tri darma lalu apa kaitannya dengan
kebebasan akademik? Ketika sebuah Universitas mengklaim sebagai wahana
kebebasan akademik maka ini merupakan konsekuensi logis untuk menanamkan tri
darma perguruan tinggi. Kebebasan akademik menurut William W.Brickman, adalah
hak seorang dosen untuk mengajar, serta hak seorang mahasiswa untuk belajar
tanpa adanya pembatasan dan pencampuran dengan hal-hal yang tidak rasional.
Tanpa kebebasan maka tri darma tidak akan berjalan efektif, namun setelah
kebebasan terwujud maka tri darma harus ditanamkan dan dioptimalkan. Bisakah
tri darma dengan kebebasan akademiknya membangun peradaban?Majunya peradaban bangsa ditandai dengan majunya pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Ketiganya diperoleh dengan membaca. Prof. DR. Quraish Shihab dalam buku “membumikan AlQur’an” menulis bahwa membaca merupakan syarat utama membangun peradaban. Intelektual seseorang diukur dengan seberapa banyak ia telah membaca buku dan kehidupan. Kita masih ingat bahwa yang membedakan zaman sejarah dengan pra-sejarah adalah kemampuan baca tulis. Kemampuan inilah yang mengubah peradaban dari orang kepada manusia. Bagaimana dengan hiruk pikuk di lingkungan kampus kita, apakah terlena untuk mengevaluasi kualitas tri darma?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar