Minggu, 12 Oktober 2014

Tri Dharma Perguruan Tinggi Oleh : Urip Prayitno



Lantas Apakah Makna dari Tri Darma Perguruan Tinggi ?
Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat merupakan tiga aspek yang harus diketahui oleh seluruh mahasiswa yang berada di perguruan tinggi, dan mesti dihayati serta dioperasionalisasikan dalam aktualisasi sehari-hari. Ketiga aspek yang disebut sebagai Tri Dharma Perguruan Tinggi itu, secara konseptual dan kontekstual merupakan “jantung” yang memompa darah juang pergerakan mahasiswa untuk masyarakat sejahtera. Pada tataran awal pengenalan kontekstual bagi mahasiswa, Tri Dharma ini umumnya teridentifikasi melalui berbagai kegiatan pelatihan dan semacamnya yang mengarahkan atau memberi orientasi ke arah penghayatan dan pengamalan pergerakan mereka. Idealitas yang melekat pada mahasiswa memiliki peran sebagai “Agent of Changes and Agent of Control” bermaksud dalam memajukan sebuah negara yang mendarmabaktikan hidup serta ikut andil dalahm hal mensejahterakan masyarakat yang terpinggirkan di dalam sebuah negara, melalui Tri Dharma ini, bersimbiosis dan berkompromi dengan pragmatika pemenuhan untuk kebutuhan hidup bagi hajat orang banya seiring perkembangan jaman yang selalu berubah-ubah.


“Makna Tri Darma Perguruan Tinggi”
Darma yang pertama adalah pendidikan. H.A.R. Tilaar mengatakan bahwa pendidikan adalah proses pembudayaan. Sedangkan menurut YB Mangunwijaya pendidikan adalah ‘belajar sejati’, yakni mengantar dan menolong anak didik untuk mengenal dan mengembangkan potensi-potensi dirinya agar menjadi manusia yang mandiri, dewasa, dan utuh. Tujuan pendidikan menurut Paolo Freire adalah memanusiakan manusia. Oleh karena itu universitas bukan hanya wahana transfer ilmu pengetahuan akan tetapi bertujuan membentuk manusia yang intelektual, bermoral, berbudaya, serta berkepribadian dewasa. Elemen birokrat dan dosen harus mampu menyadari dan menginterpretasikan hakikat mendidik dan mengarahkan peserta didik. Mahasiswa harus menyadari dan kritis bagaimana ia dididik dan diarahkan kepada pengenalan potensi diri. Model pendidikan konservatif seperti dosen mengajar dan murid belajar, lalu dosen adalah penentu segala-galanya sangatlah tidak tepat. KH Ahmad Dahlan mengatakan bahwa jika seseorang menjadi guru maka ia belajar untuk menjadi murid”, artinya dosen harus mau belajar dari mahasiswa dan mahasiswa harus mau belajar dari dosen. Dosen berhak mengajar mahasiswa namun mahasiswa berhak mengkritik dosen tentunya sesuai dengan etika moral yang berlaku. Setelah menyadari hakikat pendidikan maka kewajiban apa yang patut dilaksanakan untuk mendukungnya?
Darma yang kedua adalah penelitian. Kata ‘penelitian’ dalam bahasa Inggris adalah ‘research’ yang merupakan gabungan dua kata yaitu ‘re’ (kembali) dan ‘search’ (mencari), sehingga arti kata penelitian adalah mencari kembali. T. Hillway dalam buku introduction to research menjelaskan bahwa “penelitian adalah penyelidikan secara hati-hati dan sempurna atas sebuah masalah, sehingga ditemukan pemecahannya”. Woody mendefinisikan penelitian sebagai metode menemukan kebenaran dengan berpikir kritis. Inti dari penelitian adalah kemampuan memecahkan masalah. Semakin kompleksnya permasalahan yang dialami dunia baik sosial maupun sains menjadi tantangan kaum intelektual untuk memecahkannya. Mahasiswa dituntut secara keilmuan untuk bisa memecahkan permasalahan-permasalahan baik saat ini maupun masa datang. Bagaimana Penelitian yang sudah berkembang di kampus kita ? Sebuah pertanyaan yang mesti di jawab melihat realita penelitian menjadi sebuah perenungan bagaimana konsep darma yang ketiga dapat berjalan?
Darma ketiga adalah pengabdian kepada masyarakat. Masyarakat merupakan elemen pembentuk sebuah negara, disanalah berbagai permasalahan seringkali timbul. Dunia akademik dibangun bersumber dari masyarakat, oleh sebab itu arahan yang terpenting dalam pembangunan keilmuan adalah efek untuk masyarakat. Output mahasiswa adalah bagaimana ia bisa menerapkan pengetahuan dan skil yang dimiliki untuk pemberdayaan masyarakat. Ideologi nilaisme dan kerjaisme masih menjadi hal dominan yang dipahami mahasiswa ketika belajar di perguruan tinggi. Padahal hakikat belajar di perguruan tinggi bukan hanya sebuah nilai maupun mendapatkan pekerjaan yang dikehendaki, yang paling esensial adalah bagaimana pengetahuan yang didapat di bangku kuliah bisa diimplementasikan untuk mengatasi persoalan masyarakat. Setelah menyadari tafsir tri darma lalu apa kaitannya dengan kebebasan akademik? Ketika sebuah Universitas mengklaim sebagai wahana kebebasan akademik maka ini merupakan konsekuensi logis untuk menanamkan tri darma perguruan tinggi. Kebebasan akademik menurut William W.Brickman, adalah hak seorang dosen untuk mengajar, serta hak seorang mahasiswa untuk belajar tanpa adanya pembatasan dan pencampuran dengan hal-hal yang tidak rasional. Tanpa kebebasan maka tri darma tidak akan berjalan efektif, namun setelah kebebasan terwujud maka tri darma harus ditanamkan dan dioptimalkan. Bisakah tri darma dengan kebebasan akademiknya membangun peradaban?
Majunya peradaban bangsa ditandai dengan majunya pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Ketiganya diperoleh dengan membaca. Prof. DR. Quraish Shihab dalam buku “membumikan AlQur’an” menulis bahwa membaca merupakan syarat utama membangun peradaban. Intelektual seseorang diukur dengan seberapa banyak ia telah membaca buku dan kehidupan. Kita masih ingat bahwa yang membedakan zaman sejarah dengan pra-sejarah adalah kemampuan baca tulis. Kemampuan inilah yang mengubah peradaban dari orang kepada manusia. Bagaimana dengan hiruk pikuk di lingkungan kampus kita, apakah terlena untuk mengevaluasi kualitas tri darma?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar