Minggu, 12 Oktober 2014

Polesan itu mulai haus - Oleh : Abd. Wahet



Dak .......
Dik .......
Duk .....
Doaaarrr .......

Mulailah mentari itu berhembus hidup tampa lirik lirih kecil dia datang tampa sandi, seraya meleleh pada hari, mengembun pada makna waktu yang semakin lama semakin tak terhingga ukurannya. Sadar aku pada sebuah jingga yang sedang mengintip dibalik jerami yang sengaja  mengorbankan dirinya agar kayu itu tidak terkenak hujan dan panas sehingga rumah pasir yang sudah lama terbentang untuk menjadi simbol dari makna harap yang terhempas dan kesabaran yang tersiksa.


Ea, idul adha mereka menyebutnya, tapi dengan adanya sebuah pernyataan itu saya jadi bingung dan linglung, katanya hari yang agung dan besar bagi ummat yang beriman padanya, tapi kenapa hanya besar untuk sebagian dan apakah memang saat ini sudah benar jika setiap hari yang besar itu selalu disandingkan dengan hal-hal yang mewah dan hura-hura.
Ohhh........ tidak, tidak begitu caanya kawan, yang besar bukan yang senang-senang atau hura-hura. Tidak cukupkah ibrohim mencontohkan dengan kepolosan dan keyakinannya sehingga berani melangkah menyembeli ismail mungil saat itu, Atau pada muhammad yang dengan kesederhanaannya dia merubah dunia, Atua kau sudah mempunyai sebuah nabi baru untuk kau jadikan tuntunan dalam mengartikan sesuatu. Oh ea aku lupa kemaren ada audisi untuk pejuang yang mau terkenal dan menjadi penceramah yang penuh dengan obsesi sebegai DAI pejuang ummat, padahal jika tidak dibayar mungkinkah ceramah agamah masih ada. Ada apa dengan ummat muhammad, masih pantaskah dibilang ummat muhammad jika makna dari esensi yang harus ada malah kau ganti dengan makna barumu yang penuh dengan Isasi dan Isme itu.

Ingat kakek itu telah jompo, untuk sekedar mengingatmu saja dia butuh replay dari masa waktu, jangan sampai kau merusak rambutnya karena dengan bagitu kau sudah mengsuk ketenangannya. Kembalikan makna idul adha pada maknanya sehingga si miskin itu merasa sama dengan dengan yang kaya, dan agar tali itu tak lagi bul-bul dan akan cepat putus bila kita tidak meyambungnya.

Sehingga harap hamba terhadap tuhannya berjalan pada lamunan senja yang akan mati pada malam yang akan dibunuh oleh pagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar